Pasar saham Amerika Serikat, khususnya indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA), saat ini berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian yang signifikan menjelang rencana penerapan tarif impor tambahan yang dijadwalkan berlaku pada Agustus 2025. Kebijakan ini, sebagai bagian dari strategi proteksionisme baru Presiden Trump, telah memicu kekhawatiran di kalangan investor global mengenai potensi dampaknya yang luas terhadap ekonomi dan pasar keuangan.
Ketegangan meningkat sejak Gedung Putih secara resmi mengumumkan rencana pemberlakuan tarif hingga 35% pada berbagai komoditas strategis, termasuk baja, produk otomotif, dan komponen elektronik dari Tiongkok dan Uni Eropa. Sejak saat itu, pasar mulai menunjukkan tanda-tanda tekanan, tercermin dari meningkatnya volatilitas dan pelemahan saham-saham industri besar yang sangat bergantung pada rantai pasok global.
Di Wall Street, pelaku pasar mengingat kembali peristiwa pada April 2025, ketika Dow Jones sempat anjlok lebih dari 1.700 poin hanya dalam dua hari perdagangan setelah pengumuman tarif “resiprokal” pertama. Nilai pasar yang hilang selama periode itu melampaui US$3 triliun, menegaskan betapa sensitifnya indeks ini terhadap tekanan kebijakan perdagangan sepihak.
Narasi yang berkembang menyoroti bahwa kekhawatiran terbesar bukan hanya soal potensi kenaikan harga barang impor—yang bisa menekan daya beli konsumen—tetapi juga risiko balasan dari mitra dagang utama. Negara-negara seperti Tiongkok dan Jerman sudah menyatakan kesiapan mereka untuk merespons dengan langkah serupa jika tarif tersebut benar-benar diberlakukan.
Sementara itu, sektor-sektor utama dalam Dow Jones—terutama industri, teknologi, dan manufaktur—diperkirakan akan terdampak secara langsung. Kenaikan biaya bahan baku akibat tarif bisa menggerus margin keuntungan, memicu penurunan proyeksi laba perusahaan, dan akhirnya membebani valuasi saham. Tekanan bisa bertambah parah jika bank sentral, The Federal Reserve, tidak segera merespons dengan pelonggaran moneter yang lebih agresif.
Namun, The Fed sendiri berada dalam posisi yang sulit. Dengan tekanan inflasi yang masih tinggi pasca-stimulus fiskal di awal tahun dan pertumbuhan upah yang berkelanjutan, ruang untuk memangkas suku bunga sangat terbatas. Jika The Fed mempertahankan sikap hawkish-nya, beban pada pasar saham bisa semakin berat.
Ekonom memperkirakan bahwa jika kebijakan tarif tersebut diberlakukan tanpa penyesuaian atau dialog perdagangan yang memadai, Dow Jones berisiko mengalami koreksi antara 5% hingga 10% dalam beberapa minggu pertama Agustus. Bahkan, jika pasar bereaksi dengan kepanikan, koreksi yang lebih dalam tidak dapat dikesampingkan—terutama jika data ekonomi mulai melemah.
Para pakar dari lembaga riset Edward Jones menyebut kebijakan tarif ini sebagai “pedang bermata dua.” Di satu sisi, bisa memperkuat posisi tawar Amerika Serikat dalam negosiasi perdagangan, namun di sisi lain, bisa mengikis kepercayaan investor dan memperlambat momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi. “Pasar tidak menyukai ketidakpastian. Dan tarif adalah bentuk ketidakpastian yang sangat nyata,” ujar analis pasar mereka dalam sebuah wawancara terbaru.
Sejauh ini, investor tetap berharap adanya kompromi atau negosiasi yang dapat meredakan ketegangan. Namun, dengan Agustus yang semakin dekat, tekanan terhadap Dow Jones dan pasar secara keseluruhan diperkirakan akan tetap tinggi. Ke depan, arah indeks sangat bergantung pada perkembangan diplomatik dan sinyal kebijakan dari The Fed.

Ketakutan Pasar Masih Membayangi Setelah Aksi Jual Saham AS April 2025
Penulis menilai bahwa kenaikan harga Dow Jones saat ini merupakan kenaikan yang terbatas, dengan kekhawatiran akan potensi aksi jual yang kembali muncul sebagai dampak dari tekanan fundamental akibat kebijakan tarif impor tambahan. Kenaikan harga kontrak berjangka Dow Jones saat ini ditopang oleh laporan kinerja keuangan perusahaan yang positif sepanjang Juli 2025. Potensi pergerakan harga diperkirakan akan mencapai puncaknya pada pekan terakhir bulan ini, bertepatan dengan gelombang rilis laporan keuangan terbesar di bulan Juli.