DETAIL

Moody’s Turunkan Peringkat Kredit AS

Para investor menghadapi awal pekan yang penuh tantangan setelah lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat kredit pemerintah Amerika Serikat. Pada Jumat malam, Moody’s menurunkan peringkat AS dari Aaa menjadi Aa1, dengan alasan membengkaknya defisit anggaran dan tidak adanya langkah konkret untuk menguranginya.

Keputusan ini semakin menambah kekhawatiran di Wall Street terkait stabilitas pasar obligasi AS, terutama karena pemerintah dan Kongres masih mempertimbangkan pemotongan pajak tambahan yang belum memiliki pendanaan yang memadai. Di tengah ketidakpastian ekonomi dan kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump yang berubah-ubah, pasar pun bereaksi negatif.

Sebagai dampak awal dari penurunan peringkat ini, imbal hasil obligasi Treasury bertenor 10 tahun naik ke 4,49%, sementara ETF yang melacak indeks S&P 500 turun 0,6% setelah penutupan pasar. Max Gokhman dari Franklin Templeton mengatakan bahwa penurunan peringkat ini semakin menekan dolar AS dan bisa mendorong investor untuk beralih dari obligasi Treasury ke aset safe haven lainnya, yang berpotensi mengguncang pasar lebih lanjut.

Michael Schumacher dan Angelo Manolatos dari Wells Fargo memperkirakan imbal hasil obligasi Treasury AS bertenor 10 dan 30 tahun akan naik 5–10 basis poin akibat penurunan peringkat oleh Moody’s. Jika imbal hasil obligasi 30 tahun naik 10 basis poin, maka akan melampaui 5%—level tertinggi sejak November 2023 dan mendekati puncak tertingginya sejak 2007. Biasanya, kenaikan imbal hasil memperkuat dolar, tetapi saat ini kekhawatiran terhadap utang AS justru melemahkan kepercayaan terhadap mata uang tersebut.

Indeks dolar berada di dekat titik terendahnya sejak April, sementara sentimen pasar opsi terhadap dolar tercatat paling negatif dalam lima tahun terakhir. Dolar diperdagangkan bervariasi terhadap mata uang utama G10, melemah terhadap euro dan yen setelah penurunan peringkat. Presiden Bank Sentral Eropa, Christine Lagarde, menyatakan bahwa pelemahan dolar terhadap euro mencerminkan ketidakpastian dan hilangnya kepercayaan pasar terhadap kebijakan AS. Di sisi lain, kenaikan imbal hasil Treasury menambah beban bunga pemerintah dan dapat mendorong lonjakan suku bunga pinjaman, yang berdampak negatif bagi perekonomian.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, meremehkan kekhawatiran terkait utang dan inflasi, menyebut Moody’s sebagai “indikator yang tertinggal.” Ia menegaskan bahwa pemerintahan Trump berkomitmen untuk menekan belanja negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk menenangkan pasar, Presiden Trump mengumumkan bahwa ia akan melakukan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin guna membahas penyelesaian konflik di Ukraina.

Moody’s menurunkan peringkat kredit AS karena defisit anggaran federal yang hampir mencapai US$2 triliun per tahun—lebih dari 6% dari PDB. Utang pemerintah diperkirakan akan melampaui rekor tertinggi sejak Perang Dunia II, mencapai 107% dari PDB pada 2029. Defisit ini diperkirakan akan membesar hingga hampir 9% dari PDB pada 2035, didorong oleh naiknya pembayaran bunga utang, belanja jaminan sosial, dan rendahnya penerimaan negara.

Meski demikian, Kongres diperkirakan tetap akan melanjutkan rancangan undang-undang terkait pemotongan pajak dan pengeluaran besar lainnya yang berpotensi menambah utang hingga triliunan dolar. Analis dari Barclays menilai bahwa penurunan peringkat ini tidak akan berdampak signifikan terhadap kebijakan Kongres atau pasar obligasi, mirip dengan penurunan peringkat yang terjadi pada tahun 2011 yang dampaknya terbatas.

Pegang kendali melalui
Smart Analysis Portal

Smart Analysis Portal kami menawarkan sistem yang mudah digunakan dengan berbagai fitur dan alat yang membantu pelanggan dengan berbagai gaya trading.