Harga emas mengawali pekan dengan kuat, mencatat rekor tertinggi baru pada awal perdagangan di tengah meningkatnya kembali ketegangan dalam sengketa tarif antara Amerika Serikat dan China. Presiden AS Donald Trump mengumumkan penerapan tarif tambahan sebesar 100% terhadap seluruh impor dari China, serta memberlakukan pembatasan ekspor baru terhadap perangkat lunak penting buatan AS, yang akan mulai berlaku pada 1 November.
Langkah ini diambil setelah China memperketat aturan ekspor logam tanah jarang dan teknologi terkait, serta membatasi warganya untuk terlibat dalam kegiatan pertambangan luar negeri tanpa izin resmi. Namun, reli harga emas sempat mereda ketika para investor bersikap lebih berhati-hati menyusul momen yang disebut “TACO” (Trump Always Chickens Out) pada hari Minggu.
Sentimen pasar membaik secara signifikan setelah Trump menyampaikan pernyataan yang lebih damai, dengan mengatakan, “Saya pikir hubungan kita dengan China akan baik-baik saja.” Wakil Presiden AS, J.D. Vance, juga menegaskan bahwa Trump terbuka untuk melakukan negosiasi yang masuk akal dengan Beijing.
Seiring membaiknya selera risiko, permintaan terhadap Dolar AS (USD) sebagai aset safe haven melemah, sehingga memberikan dukungan tambahan bagi emas. Tekanan terhadap Dolar juga masih berlanjut karena penutupan pemerintahan AS (government shutdown) yang masih berlangsung dan kenaikan tarif yang dijadwalkan pada 1 November.
Ke depan, para pelaku pasar emas akan mencermati dengan ketat perkembangan lanjutan dalam konflik perdagangan AS–China serta serangkaian pidato pejabat Federal Reserve, mengingat minggu ini tidak banyak data ekonomi utama AS yang akan dirilis. Fokus utama akan tertuju pada Jumat, 24 Oktober, ketika Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) menerbitkan laporan Indeks Harga Konsumen (CPI).
Para bullish trader emas menargetkan kenaikan mingguan berikutnya, karena reli logam mulia ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga sesi perdagangan Asia pada hari Jumat.