Harga emas kembali naik pada perdagangan Asia hari Selasa, didorong oleh meningkatnya kekhawatiran atas kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump serta gejolak geopolitik di Eropa Timur. Kebutuhan akan aset lindung nilai (safe haven) tetap tinggi, terutama di tengah ketidakpastian kebijakan dan konflik yang sedang berkembang.
Spot gold menguat 0,6% menjadi USD 3.364,26 per ons, sementara kontrak berjangka emas bulan September naik 0,4% ke USD 3.373,52 pada pukul 12:44 WIB. Meskipun harga masih bergerak dalam kisaran terbatas USD 3.300–3.500 per ons, sentimen positif terhadap logam mulia mulai menunjukkan penguatan bertahap.
Kekhawatiran Tarif AS dan Ketegangan Rusia Dukung Kenaikan Emas
Kenaikan harga emas diperkuat oleh kekhawatiran pasar terhadap kebijakan perdagangan yang agresif dari Gedung Putih. Trump mengumumkan serangkaian tarif baru terhadap mitra dagang utama, termasuk Meksiko dan Uni Eropa, yang masing-masing dikenakan tarif hingga 30%.
Meskipun terdapat sinyal kemungkinan negosiasi, pasar tetap khawatir akan dampak jangka panjang dari perang dagang yang meluas. Situasi ini semakin diperburuk oleh ketegangan antara Rusia dan Ukraina, setelah AS kembali mengirim bantuan senjata ofensif ke Kyiv dan mengancam sanksi lebih berat terhadap Moskow.

Logam Mulia Lain dan Dolar AS
Perak dan platinum cenderung stabil, meskipun sebelumnya sempat unggul dibanding emas pada bulan Juni. Kedua logam kini menghadapi resistensi teknikal yang menahan laju kenaikannya.
Di sisi lain, dolar AS tetap menguat, didorong oleh ekspektasi pasar terhadap data Indeks Harga Konsumen (CPI) yang akan segera dirilis. Jika inflasi lebih tinggi dari perkiraan, The Fed kemungkinan akan menahan diri dari pelonggaran kebijakan lebih lanjut, yang bisa membatasi kenaikan harga emas dalam jangka pendek.
Data China dan Dampaknya pada Tembaga
Harga tembaga sedikit tertekan setelah rilis data ekonomi China yang beragam. Kontrak copper di LME naik 0,2% menjadi USD 9.642,20/ton, sementara copper futures AS naik 0,3% ke USD 5,5460/pound. Meski PDB kuartal kedua China sedikit melampaui ekspektasi, data penjualan ritel dan investasi aset tetap menunjukkan pelambatan.
Sebagai importir tembaga terbesar di dunia, melemahnya ekonomi China berpotensi menekan permintaan global untuk logam industri ini. Namun, data terbaru menunjukkan lonjakan impor tembaga sebesar 9% pada bulan Juni, mengindikasikan adanya permintaan yang masih kuat dalam jangka pendek.